TAHUN 1960
KONGRES PEMUDA SELURUH INDONESIA
KONGGRES PEMUDA SELURUH INDONESIA |
KONGGRES PEMUDA SELURUH INDONESIA |
PEMUDA, PEMEGANG HARI KEMUDIAN
Pidato Pembukaan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia di Bandung. 15 Februari 1960
Saudara-saudara sekalian,
Syukur alhamdulillah, pada hari ini akan dibuka dan Insya Allah dibuka Kongres Pemuda seluruh Indonesia.
Sebagai yang Saudara-saudara sekalian ketahui dan yang telah pula
dikatakan oleh pembicara-pembicara yang terdahulu itu tadi, maka tatkala
kita memperingati Hari Pahlawan di Yogyakarta 10 November yang lalu,
pada waktu itu saya berikan komando kepada seluruh pemuda Indonesia
untuk mengadakan satu kongres. Satu kongres yang masuk ke dalam ingatan
saya tatkala saya berpidato di dalam rapat peringatan Hari Pahlawan
itu, saya ingat kepada Kongres Pemuda yang diadakan pada Hari Pahlawan
1945 ialah pada kita punya tahun Proklamasi. Pada waktu itu semua
pemuda-pemuda dari seluruh pelosok Indonesia berkumpul di Yogyakarta.
Bersatu tekad, bersatu kehendak, bersatu api yang menyala-nyala didalam
dadanya, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan
pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kongres
Pemuda 1945 di Yogyakarta itu adalah satu kongres yang hebat, satu
manifestasi daripada kehendak seluruh pemuda untuk tidak mau menekuk
lutut terhadap kepada imperialisme dan kapitalisme, untuk tidak mau
menekuk lutut terhadap kepada ancaman-ancaman yang telah gematerialiseerd
daripada pihak musuh untuk membatalkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Demikian besar hikmat yang keluar daripada Kongres 1945 itu sehingga
tatkala saya mengucapkan pidato 10 November yang lalu, hati saya penuh
dengan keinginan dan harapan agar supaya pemuda-pemuda Indonesia kembali
berjiwa sebagaimana di dalam kongres 1945 itu, Maka oleh karena itulah
lantas saya berikan komando kepada seluruh pemuda Indonesia untuk
mengadakan kongres dan syukur alhamdulillah pada ini hari
Saudara-saudara dari seluruh pelosok tanah air kita telah berkumpul di
gedung yang bersejarah ini, untuk bersama-sama mengadakan musyawarah dan
mufakat, melaksanakan Manifesto Politik.
Saudara-saudara,
ada kalangan beberapa orang pesimis, beberapa orang sinikus-sinikus
yang berkata: Apakah sekarang tepat waktunya untuk mengadakan Kongres
Pemuda Seluruh Indonesia yang akan memakan biaya yang banyak ? Apakah sekarang tepat waktunya untuk mengerahkan seluruh pemuda Indonesia
untuk berkongres, padahal kita menghadapi kesulitan-kesulitan yang
sekian banyaknya ? Menghadapi kesulitan dengan belum habis tertumpasnya
sama sekali pemberontakan-pemberontakan PRRI dan Permesta ? Menghadapi
kesulitan-kesulitan di lapangan sandang pangan, menghadapi
kesulitan-kesulitan di lapangan pemberantasan DI dan TII dan lain-lain
sebagainya ? Menghadapi kesulitan di dalam kalangan pegawai-pegawai oleh
karena pegawai-pegawai itu baru saja di-retool ? Menghadapi kesulitan-kesulitan di lapangan finek ? Apa sekarang tepat waktunya untuk mengadakan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia ?
Jawab
saya dengan tegas dan tepat ialah : Justru oleh karena kita menghadapi
kesulitan-kesulitan, justru itulah waktunya untuk mengadakan Kongres
Pemuda Seluruh Indonesia.
Sebab masih tetap harapan saya, tetap keyakinan saya, bahwa
pemuda-pemuda adalah pelopor daripada revolusi. Kesulitan-kesulitan yang
kita hadapi adalah kesulitan-kesulitan yang inhaerent dengan revolusi, penyakit-penyakit daripada revolusi dan akibat-akibat objektif di beberapa tempat daripada revolusi itu.
Jikalau
kita hendak menyelesaikan revolusi, dari tadinya kita harus lebih
dahulu mengetahui bahwa akan menghadapi kesulitan-kesulitan. Jikalau
kita hendak menyelesaikan revolusi, mengempur habis-habisan semua
kesulitan-kesulitan itu. Jikalau tiap-tiap kesulitan kita anggap sebagai
suatu halangan yang mutlak, jikalau tiap-tiap kesulitan-kesulitan kita
anggap sebagai suatu halangan yang harus kita pakai untuk membatalkan
atau meniadakan suatu tindakan, janganlah mempunyai harapan dapat
menyelesaikan revolusi.
Saya tadi telah berkata bahwa kesulitan-kesulitan itu adalah inhaerent daripada revolusi kita. Inhaerent
artinya sudah masuk di dalam rangkanya revolusi kita itu. Tidakkah
sepantas-pantasnya sewajarnya, selogisnya bahwa kita menghadapi
kesulitan-kesulitan, apalagi di dalam tahun 1960, tahun yang saya
namakan “Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita”, tahun yang saya namakan
“The Year of The Rediscovery of Our Revolution”, lebih tegas lagi tahun retooling. Tidakkah sudah sepantasnya bahwa kita di tahun yang demikian itu, tahun retooling menghadapi kesulitan-kesulitan ? Tiap-tiap retooling
membawa kesulitan, bahkan di dalam pidato saya “Manifesto Politik” saya
berkata : Tiap-tiap kemajuan membawa persoalan dan persoalan pada
hakikatnya membawa kesulitan.
Tahun 1960 adalah tahun retooling overall, retooling di segala bidang, baik di bidang mental maupun bidang politik maupun bidang ekonomim maupun di dalam bidang yang lain-lain.
Di
dalam mental kita retool kita punya diri, membongkar apa yang salah di
dalam kita punya hati dan pikiran, kita ubah. Perubahan ini tentu
membawa kesulitan.
Dan
sudahkah kita insyaf bahwa kita sendiri telah mengakui bahwa kita ini
sudah beberapa tahun menyeleweng, menyeleweng di segala bidang,
menyeleweng daripada rel revolusi ? Pada waktu saya berkata bahwa kita
menyeleweng, hampir seluruh Indonesia
membenarkan perkataan saya itu. Tetapi manakala kita mengakui bahwa
kita menyeleweng, kita pun harus mengetahui, kita pun harus mengetahui,
kita harus mengetahui penyelewengan itu dan mengatasi penyelewengan itu
tentu membawa kesulitan-kesulitan. Penyelewengan di bidang politik,
penyelewengan di bidang ekonomi, bahkan penyelewengan pada dua tahun ini
telah gematerialiseerd menjadi pemberontakan-pemberontakan.
Pemberontakan-pemberontakan PRRI, pemberontakan Permesta, bukan sekedar
berinduk kepada penyelewengan mental, bukan saja berinduk kepada pikiran
yang sudah nyeleweng, pemberontakan-pemberontakan itu adalah
materialisasi daripada penyelewengan itu.
Oleh
karena kita telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang demikian
itu, maka kita sendiri, sebagai tadi saya katakana, telah mengakui dan
membenarkan bahwa penyelewengan-penyelewengan ini harus kita atasi.
Ingat pidato-pidato yang saya ucapkan di tahun 1957, 1958, 1959. Ingat
pidato saya pada tanggal 17 Agustus 1957, “The Year of Decision”. Apa
yang tercantum dalam pidato 17 Agustus 1957 itu ? Tak lain tak bukan
ialah bahwa saya disitu telah sinyalir bahwa kita ini telah meninggalkan
relnya revolusi dan kehendaknya kita ini kembali kepada relnya
revolusi. Ingat kepada pidato saya 17 Agustus 1958, “The Year of
Challenge”.
Apa
isinya pidato 17 Agustus 1958, “The Year of Challenge” itu ? Tidak lain
tidak bukan juga satu sinyalemen daripada penyelewengan-penyelewengan
yang harus kita atasi. Ingat kepada pidato 17 Agustus 1959, “The Year of Rediscovery of Our Revolution”,
Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita. Apakah isinya pidato 17 Agustus
1959 itu ? Tidak lain tidak bukan malahan satu penunjukan jalan
bagaimana kita mengatasi penyelewengan-penyelewengan itu, bagaimana
caranya kita mengoreksi penyelewengan-penyelewengan itu. Ingat kepada
pidato saya yang saya ucapkan di gedung ini, pidato yang saya namakan “Res Publica, Sekali lagi Res Publica”.
Apa isi pidato itu ? Tidak lagi bukan juga sinyalemen kembali daripada
penyelewengan-penyelewengan dan jalan untuk mengatasi
penyelewengan-penyelewengan itu.
Dan terutama sekali pidato 17 Agustus 1959, pidato yang mengkonstatir kita telah menemukan kembali revolusi kita, pidato “The Rediscovery of Our Revolution”
yang kemudian oleh khalayak ramai dinamakan Manifesto Politik,
Manifesto Politik yang kemudian oleh pemerintah, oleh Dewan Pertimbangan
Agung, oleh Dewan Perancang Nasional dinyatakan sebagai haluan negara,
garis besar haluan negara, menjelang keputusan dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang terutama sekali pidato ini, sebagai tadi
saya katakan, berisikan ini sarinya, bukan sekedar sinyalemen
menunjukkan penyelewengan-penyelewengan itu, penyelewengan di segala
bidang, penyelewengan-penyelewengan di bidang mental,
penyelewengan-penyelewengan di bidang ekonomi,
penyelewengan-penyelewengan yang telah gematerialiseerd menjadi
pemberontakan-pemberontakan, penyelewengan-penyelewengan lain, tetapi
menunjuk dengan tegas dengan nyata, jalan untuk mengatasi
penyelewengan-penyelewengan itu dan jalan untuk kembali kepada rel
revolusi, revolusi yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Apa
inti sari daripada Manifesto Politik itu ? Manifesto Politik yang oleh
kongres ini, menurut laporan-laporan yang saya dapat, telah diambil
menjadi satu hal yang Kongres Pemuda ini akan musyawarahkan
pelaksanaannya. Kongres Pemuda ialah untuk melaksanakan Manifesto
Politik.
Apa inti sari daripada Manifesto Politik itu ? Lima
Saudara-saudara. Saya senang sekali kepada perkataan angka lima, dan
inti sari daripada Manifesto Politik ini menang angka lima, dan inti
sari daripada Manifesto Politik ini memang lima ini; Satu: Undang-Undang
Dasar 1945, jelas bagi Saudara-saudara. Manifesto Politik berdiri tegak
di atas Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang dasar Proklamasi.
Kedua: sebagai kelanjutan daripada undang-undang dasar itu oleh karena
satu pasal daripada undang-undang dasar itu menghendakinya, nomor dua
ialah Sosialisme ala Indonesia. Siapa yang tidak menghendaki sosialisme ala Indonesia,
tidak dia berdiri di atas Undang-Undang Dasar 1945, jelas. Ketiga: Dus,
dusnya ini saya jelaskan di dalam Manifesto Politik, dua, Demokrasi
Terpimpin Sosialisme tidak dapat diselenggarakan tanpa Demokrasi
Terpimpin. Sosialisme tidak dapat diselenggarakan dengan demokrasi
liberal. Dus, lagi, nomor empat: Ekonomi Terpimpin, sosialisme tidak
dapat diselenggarakan dengan ekonomi liberal. Sosialisme adalah Ekonomi
Terpimpin dan hanya dapat diselenggarakan dengan Ekonomi Terpimpin. Dus
lagi, yang nomor lima: oleh karena sosialisme ini adalah sosialisme Indonesia, Sosialisme ala Indonesia, kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri dan kepada kebudayaan Indonesia sendiri.
Inilah inti sari daripada Manifesto Politik. Lima! Saudara-saudara. Saya ulangi: Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme ala Indonesia; dus demokrasi terpimpin; dus ekonomi terpimpin, dus kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri, kebudayaan Indonesia sendiri. Manakala tidak kembali kepada kepribadian Indonesia sendiri, manakala tidak kembali kepada kebudayaan Indonesia sendiri, maka itu bukan sosialisme ala Indonesia. Mungkin sosialisme ala lain, tetapi bukan sosialisme ala Indonesia.
Nah, ini lima hal menjadi apa yang saya katakana penunjuk jalan bagi bangsa Indonesia, dan penunjuk jalan inisaya berikan sekarang kepada pemuda-pemuda Indonesia
untuk ikut serta melaksanakannya. Sudah barang tentu melaksanakan
Undang-undang Dasar 1950 dijadikan 1945 kembali membawa kesulitan,
kataku. Liberalisme dijadikan sosialisme, membawa kesulitan, demokrasi
liberalisme dijadikan sosialisme, membawa kesulitan, demokrasi liberal
kepada Demokrasi Terpimpin membawa kesulitan, kebudayaan asing atau yang
saya katakana kebudayaan gila-gilaan kepada kebudayaan yang sesuai
dengan kepribadian Indonesia sendiri, membawa kesulitan. Tetapi sebagai
tadi saya katakana kesulitan-kesulitan ini harus kita atasi dan untuk
mengatasinya kita harus mengadakan retooling perkataan yang sekarang sudah termasyhur retooling di segala bidang. Dan tadi sudah saya katakan: oleh karena tahun 1960 adalah tahun retooling
maka tahun ini penuh dengan kesulitan-kesulitan, oleh karena retooling
dengan sendirinya membawa persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan.
Malahan boleh saya katakana tahun 1960 adalah kulminasi puncak daripada
kesulitan-kesulitan sebagai akibat daripada retooling-retooling itu.
Saudara-saudara, maka saya berikan Manifesto Politik kepada bangsa Indonesia
sebagai cara, sebagai jalan bagi kita untuk menyehatkan kita punya
tubuh, kita punya tubuh sebagai negara, kita punya tubuh sebagai
masyarakat. Sekarang saya panggil pemuda-pemuda untuk ikut serta di
dalamnya, dan ikut serta melaksanakan Manifesto Politik ini. Maka oleh
karena itulah pada pidato 10 November 1959 yang lalu saya mengadakan
komando agar supaya pemuda-pemuda Republik Indonesia seluruhnya mengadakan Kongres Pemuda yang pada hari ini mulai dengan sidangnya.
Manakala kita mengadakan retooling di segala bidang, maka salah satu amanat saya kepada pemuda-pemuda di Indonesia ialah supaya pemuda-pemuda pun mengadakan retooling, retooling di dalam badan dan tubuh pemuda-pemuda Indonesia sendiri. Dan retooling itu sebagai tadi dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani retooling itu adalah mengenai organisasi, mengenai mental pula, retooling kalau kita mengambil pokoknya di dua bidang: retooling mental dan retooling organik.
Retooling
mental, bagi pemuda-pemuda apa artinya itu ? Saya minta dan memang
demikianlah harapan saya kepada seluruh pemuda Indonesia, agar supaya
seluruh pemuda-pemuda Indonesia percaya, berpikir, berperasaan, jikalau
saya boleh memakai perkataan perkataan yang selalu saya pakai, yakin, ilmul yakin, ainul yakin, hakul yakin,
bahwa satu-satunya jalan untuk menyehatkan kita punya negara, kita
punya masyarakat, ialah lima hal ini tadi: Undang-undang Dasar 1945,
sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin,
kembali kepada kebudayaan, kepribadian kita sendiri. Lima hal ini harus menjadi keyakinan Saudara-saudara.
Manakala hal itu belum menjadi keyakinan Saudara-saudara, retool-lah Saudara-saudara punya mental di dalam kongres ini dan selanjutnya agar supaya betul-betul yakin, ainul yakin, hakul yakin kataku, bahwa ini jalan satu-satunya untuk menyehatkan kita punya negara, masyarakat dan bangsa.
Saya
sendiri yakin, ya saya adalah seorang manusia, tetapi sebagai saya
katakana di dalam pidato Isra’ dan Mi’raj tempo hari itu, saya
alhamdulillah dengan mengucap syukur di hadapan Tuhan Ilahi, saya
mempunyai pegangan hidup, saya mempunyai pegangan hidup, saya mempunyai
keyakinan. Kecuali keyakinan agama. Saya mempunyai keyakinan
kemasyarakatan, saya mempunyai keyakinan politik dan keyakinan saya ini
ialah bahwa kesadaran Indonesia
sekarang ini hanya bias kita selesaikan, hanya bisa kita selesaikan,
hanya bisa kita sehatkan jikalau kita berdiri di atas hal yang lima itu.
Saya sekarang bertanya kepada pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi Indonesia:
Apakah Saudara-saudara juga sudah yakin seperti demikian itu ? Apakah
Saudara-saudara sudah yakin bahwa hanya sosialisme ala Indonesia-lah
yang bisa membawa kebahagiaan kepada bangsa kita, rakyat kita yang maha
miskin ini ? Apakah Saudara-saudara sudah yakin bahwa demokrasi liberal
harus kita buang, kita ganti dengan demokrasi terpimpin ? Apakah
Saudara-saudara sudah yakin bahwa kita semuanya harus kembali kepada
kebudayaan kepribadian kita sendiri ?
Nah, inilah yang dinamakan retooling
mental. Ini adalah pokok dari segala pokok, jika Saudara-saudara tidak
mempunyai isi batin, isi keyakinan yang demikian itu, meskipun
Saudara-saudara mengadakan kongres berhari-hari, berpuluh-puluh hari,
malahan Saudara-saudara akan kocar-kacir, jikalau Saudara tidak
mempunyai keyakinan, pegangan batin yang satu itu, sebagai yang tadi
dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani.
Gedung
ini telah mengadakan dua kali sidang besar yang historis, bersejarah.
Apa sebab Konferensi Asia Afrika dalam sidang-sidangnya yang hanya
beberapa hari saja bisa menelurkan dasasila, sepuluh dasar bagi
perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika? Oleh karena mereka punya
keyakinan, mempunyai pegangan tidak terpecah-pecah, meski punya pikiran
ke utara dan ke selatan, ke barat dan ke timur. Tetapi sebaliknya, kata
Saudara Roeslan Abdulgani, Konstituante yang bersidang disini
bertahun-tahun dengan tidak membawa hasil, oleh karena tidak mempunyai
pegangan. Dan saya amat gembira sekali dengan perkataan Saudara Roeslan
Abdulgani tadi bahwa Saudara-saudara masuk di dalam gedung Kongres
Pemuda ini, Saudara gulung Saudara punya panji-panji pemuda,
organisasi-organisasi pemuda sendiri-sendiri, masukkan ke dalam kotak
dan diganti dengan satu bendera, bendera Sang Merah Putuh. Saya minta
Saudara-saudara demikian seterusnya di dalam deleberasi, di dalam
permusyawaratan-permusyawaratan dalam sidang yang akan datang.
Saudara-saudara, kecuali retooling
mental daripada pemuda-pemuda dan termasuk juga pemudi-pemudi dan terus
terang saja, saya tadi pada waktu di gedung Gubernuran, saya sudah
mengutarakan kekhawatiran saya, bahwa Kongres Pemuda ini terlalu
bertitik beratkan kepada pemuda-pemuda, kurang pemudinya. Saya disini
melihat seorang pemudi, Ibu Ainun Mardiyah dari Aceh, saya melihat
disitu ada pemudi, ada pemudi, ada pemudi, ada pemudi. Kurang pemudinya !
Coba lihat meja ini, Cuma satu wanitanya.
Saudara-saudara,
apa tadi saya katakan ? Saudara ganti panji-panji itu dengan satu panji
yaitu kita punya bendera Sang Merah Putih. Kecuali kita mengadakan retooling mental itu, kita harus mengadakan retooling
organik. Bagaimana keadaan yang lalu yang dahulu, yang berlainan sama
sekali dengan tahun 1945, tatkala pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi di
dalam Kongres 1945 di Yogyakarta kompak, bersatu, tidak terpecah-pecah,
hanya dengan satu pegangan: mempertahankan Proklamasi, mempertahankan
ucapan kita, bahwa kita telah merdeka dan tidak mau dijajah lagi oleh
bangsa siapapun. Kemudian daripada itu sebenarnya, terus terang saja
tahun 1946, pemuda-pemuda telah terpecah-pecah. 1946 terpecah-belah,
diadakan kongres, tidak bisa bersatu lagi; 1948 diadakan kongres, dengan
susah payah diadakan kongres, tidak tercapai persatuan itu.
Pendek
Saudara-saudara, sejak 1945, kemudian daripada itu, sebenarnya dunia
pemuda Indonesia ini telah terpecah belah, akibat daripada Manifesto
November 1945, akibat daripada diadakannya partai-partai politik dan
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi dijadikan satu alat daripada
partai-partai politik itu. Pemuda dan pemudi dimasukkan di dalam
kotak-kotak: kotaknya partai ini, pemuda dan pemudinya ini; kotaknya
partainya itu, pemuda dan pemudinya itu; kotaknya partai itu,
pemuda-pemudinya itu dan demikian seterusnya. Terus terang,
Saudara-saudara masuk kotak-kotak pada waktu itu. Saudara-saudara tidak
bersatu padu dengan yang lain, Saudara-saudara masing-masing menebah
dada: “Aku pemudanya partai itu.” Di lain pihak di sana
pun menebah dada: “Aku pemudanya partai itu,” sehingga sebagai tadi
saya katakan, sejak tahun 1945 itu kemudian, terpecah-pecahlah alam
pemuda Indonesia.
Hal
yang demikian itu harus kita atasi. Saya berkata: Partai hendak
mengambil pemuda ? Partai hendak merebut pemuda ? Silahkan ! Boleh !
Tetapi, partai boleh berkata: Sebagai dijadikan adagium, sering kali dijadikan adagium, : “Siapa yang memegang pemuda ialah yang memegang hari kemudian.” “Wie de jeugd heeft de toekomst.”
Tiap-tiap partai mau merebut pemuda oleh karena berkeyakinan bahwa
siapa yang mempunyai, memegang pemuda, ialah yang memegang hari
kemudian. Boleh kataku, tetapi saya berkata juga, tetapi, pemuda harus
menjawab, bukan saja “Siapa yang memegang pemuda memiliki hari
kemudian”, jawablah “Siapa yang memiliki hari kemudian, engkaulah yang
akan mendapat pemuda ini.” “Wie de toekomst heeft, heeft de jeugd.”
Siapa yang menuju kepada hari kemudian yang gilang-gemilang, siapa yang
di dalam konsepsinya, siapa yang di dalam politiknya, siapa yang di
dalam perjuangannya menuju kepada hari kemudian yang gilang-gemilang,
disitulah tempatnya pemuda.
Dan
apa hari kemudian yang gilang-gemilang itu ? Hari kemudian yang
gilang-gemilang, tak lain tak bukan ialah sebagai yang saya katakan di
dalam Manifesto Politik 17 Agustus 1959, tiga kerangka:
Satu: Negara Republik Indonesia Kesatuan berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai Marauke.
Dua: Masyarakat yang adil dan makmur di dalamnya, masyarakat sosialis ala Indonesia.
Ketiga: Negara Republik Indonesia dengan masyarakatnya yang adil dan makmur itu di dalam satu kerangka persahabatan dengan seluruh manusia di dunia ini.
Ini adalah toekomst,
ini adalah hari kemudian yang gilang-gemilang. Partai yang tidak menuju
kepada tiga kerangka ini: Negara Republik Indonesia Kesatuan berwilayah
dari Sabang sampai Marauke dengan di dalamnya masyarakat yang adil dan
makmur, sosialisme ala Indonesia, dengan menempatkan negara Republik
Indonesia dan masyarakat itu di dalam kerangka persahabatan seluruh
manusia di dunia, tidak mungkin partai demikian itu, atau tidak harus
mungkin partai yang demikian itu, bisa mendapat hatinya pemuda.
Tetapi
di kalangan pemuda sendiri, dalam tahun 1946, 1947, 1948, 1949, 1950
dan seterusnya ada banyak yang menjadi alat daripada partai yang tidak
menuju kepada tiga kerangka ini. Ini yang harus di retool. Ini adalah soal retooling mental. Saya minta kepada Saudara-saudara sekalian, pemuda-pemuda, agar supaya Saudara-saudara kecuali mengadakan retooling
mental. Di dalam kongres ini membicarakan hal retooling organik itu
agar supaya dunia pemuda tidak terpecah-belah lagi seperti yang
sudah-sudah lagi.
Saya
tidak akan sebut-sebutkan jalannya kepada Saudara-saudara. Sebab saya
mempunyai pembantu-pembantu dan saya sudah minta kepada
pembantu-pembantu saya itu untuk nanti memberikan penerangan-penerangan
kepada Saudara-saudara. Pembantu-pembantu saya ialah: Pak Jenderal
Nasution yang nanti akan berpidato, memberikan petunjuk-petunjuk kepada
Saudara-saudara, Saudara Roeslan Abdulgani pembantu saya pula, malahan
istimewa di dalam bidang keorganisasian, pembantu saya yang nomor dua;
Bapak Profesor Mr. Muh. Yamin yang duduk di sana pun menjadi pembantu
saya; Saudara Chairul Saleh yang duduk di sana itu pembantu saya;
Saudara Profesor Dr. Priyono yang sekarang masih ada di Bali oleh karena
menceritai Raja dan Ratu Muang Thai, juga saya jadikan pembantu saya
untuk memberikan penjelasan-penjelasan di dalam kongres ini; Saudara
Wahib Wahab yang duduk di sana pun pembantu saya. Sehingga saya,
cukuplah hanya mengemukakan kehendak, keinginan, harapan agar supaya
Saudara-saudara kecuali mengadakan retooling mental, juga mengadakan retooling
organik. Dengarkan benar-benar nanti, penjelasan-penjelasan dari Pak
Roeslan Abdulgani mengenai keorganisasian, penjelasan-penjelasan di
bidang lain-lain oleh Pak Jenderal Nasution, oleh Pak Yamin, Pak Chairul
Saleh, Pak Wahib Wahab, Pak Priyono.
Kita
pemuda-pemuda harus menjadi satu badan fungsional. Nah, ini perkataan,
sampai sekarang sebetulnya pemuda-pemuda belum menjadi satu golongan
fungsional. Saya menghendaki agar supaya dunia ini menjadi satu golongan
fungsional, bahkan satu golongan fungsional yang terpenting. Sampai
sekarang pemuda-pemuda sekedar isi kotak, sekedar menjadi alat. Sampai
sekarang saya belum bisa berkata: Dunia pemuda daripada Sabang sampai
Marauke adalah satu golongan fungsional. Dan saya menghendaki agar
supaya kongres ini bisa menelorkan hal yang demikian itu. Supaya pemuda
tidak lagi menjadi pemuda kotak, supaya pemuda tidak lagi menjadi alat
tetapi menjadilah pada seluruhnya satu golongan fungsional.
Dan
saya tidak berkata: golongan fungsional yang terpenting, lebih penting
daripada golongan fungsional yang lain-lain. Maaf, saya katakan
misalnya: lebih penting daripada golongan fungsional tani, oleh karena
golongan fungsional yang lain-lain itu dalam menyelenggarakan
sumbangannya untuk menyelesaikan revolusinya tentu membawa pula
harapan-harapan, tuntutan-tuntutan, eisen-eisen untuk golongannya
sendiri-sendiri, dan itu adalah tuntutan-tuntutan, yang wajar, saya
katakan. Tetapi bagi pemuda-pemudi, tuntutan-tuntutan itu praktis tidak
ada. Bagi pemuda-pemudi, Saudara menyumbang saja, Saudara hanya bisa
menyumbang saja. Menyumbang-menyumbang, mengabdikan. Oleh karena itu
maka saya berkata: golongan fungsional pemuda jikalau itu bisa
dilakukan, dan saya doakan agar supaya bisa diadakan, golongan
fungsional pemuda ini, sebenarnya lebih penting daripada golongan
fungsional lain-lainnya. Cuma pada saat sekarang ini, golongan
fungsional pemuda itu, sebagai fungsional, belum ada dan harus diadakan
oleh kongres sekarang ini.
Saudara-saudara,
dalam kita menghadapi persoalan-persoalan ini, saya, sebagai saya
harapkan, dan sudah Saudara ketahui, saya mengharapkan daripada
pemuda-pemuda itu sumbangan, sumbangan-sumbangan. Tadi Pak Roeslan
mengucapkan dua perkataa: bahwa di kalangan Saudara-saudara ini adalah “de sjouwers der stenen”, pembawa batu-batu. Ada lagi kata Saudara Roeslan Abdulgani: “De sjouwers van het brandhout”, pembawa kayu untuk dimasukkan ke dalam api itu agar supaya ikut menyala-nyala. Saya gembira bahwa Saudara adalah “de sjouwers der stenen en de sjouwers van het brandhout”.
Pembawa batu-batu, pembawa kayu-kayu bakar. Tetapi buat revolusi besar
seperti revolusi kita ini, revolusi kecil-kecilan, revolusi yang saya
katakan “a summing up of many revolution in one generation”,
revolusi yang multikompleks, revolusi yang pancamuka: ya, revolusi
politik, ya revolusi ekonomi, ya revolusi kebudayaan, ya revolusi
mental, ya revolusi membentuk manusia Indonesia
baru. Revolusi Pancamuka yang besar ini, bahkan pernah saya katakan,
bahwa revolusi Indonesia adalah sebenarnya lebih besar daripada revolusi
Amerika, lebih besar daripada revolusi Sovyet, lebih besar daripada
revolusi-revolusi di negara-negara lain, oleh karena revolusi Amerika
adalah terutama sekali hanya revolusi politik, revolusi Sovyet terutama
sekali hanya revolusi politik, revolusi sosial-ekonomis, sedang kita
adalah revolusi pancamuka, multikompleks, many revolution in one generation, untuk revolusi yang besar seperti revolusi kita ini, kita tidak cukup dengan sekedar “sjouwers der stenen, sjouwers van het brandhout”. Saya minta agar supaya pemuda-pemuda, terpimpin, dus kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Hafalkan ini, gampang sekali menghafalkan lima ini. Saya ulangi lagi: Undang-undang Dasar 1945, sosialisme ala Indonesia dus, demokrasi terpimpin, dus ekonomi terpimpin, dus kembali kepada kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Lima
ini harus menjadi pegangan Saudara-saudara, harus menjadi isi batin
Saudara-saudara, bahkan menjadi sebagai tadi saya katakan keyakinan, hakul yakin daripada Saudara-saudara. Dan jikalau semua pemuda dan pemudi Indonesia mempunyai keyakinan yang hakul yakin
yang demikian itu, maka saya tidak ragu-ragu bahwa kongres pertama yang
besar daripada pemuda Indonesia sesudah kita kembali kepada
Undang-undang Dasar 1945 ini, membawa hasil yang sebaik-baiknya.
Saya sendiri, saya tadi berkata, mempunyai keyakinan. Apalagi jikalau saya ingat kepada Bandung
ini. Di Bandung ini saya mulai menjadi pemuda yang aktif, tatkala saya
lebih muda daripada engkau yang sudah berkumis, lebih muda daripada
engkau, lebih muda daripada engkau, saya mulai aktif di dalam politik.
Di Bandung ini, sebelum saya mulai hidup aktif di dalam politik, saya
mendirikan dengan beberapa kawan “Pemuda Indonesia”, yang dulunya ada
Pemuda Jawa “Jong Java”, ada “Pemuda Surabaya”, “Jong Sumatranen Bond”,
ada Pemuda Ambon “Jong Ambon”, ada Pemuda Timor “Jong Timor” daripada
“Timor Bond”, buat pertama kali diadakan “Pemuda Indonesia” dan saya
mengucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, bahwa sayalah ikut aktif di
dalam mendirikan Pemuda Indonesia ini. Kemudian saya aktif di dalam
hidup politik.
Kemudian,
sebagai Saudara-saudara tahu, gedung ini ditempati oleh wakil-wakil
daripada 1600 juta rakyat untuk Konferensi Asia-Afrika, sehingga
sebenarnya gedung ini sudah harus menghikmati kepada Saudara-saudara.
Ini hari pula, saya berdiri disini di hadapan pemuda-pemudi Indonesia,
disaksikan oleh seluruh dunia, yang wakil-wakilnya duduk disana, dunia
Barat maupun dunia Timur, baik dunia yang masuk di dalam blok Amerika,
maupun dunia yang masuk di dalam blok Sovyet. Sekarang ini
Saudara-saudara bersidang dengan diawasi oleh seluruh dunia. Maka
karenanya, saya minta benar-benar, Saudara-saudara harus benar-benar
membuat kongres ini satu kongres yang berhasil. Jangan seperti sebagai
yang tadi dikatakan oleh Saudara Roeslan Abdulgani, kongres ini menjadi
satu kongres yang tidak berhasil sebagai yang telah kita alami dengan
Konstituante. Pemuda dan pemudi sekarang menunjukkan bahwa pemuda dan
pemudi bisa mengadakan satu kongres yang membawa seluruh pemuda dan
pemudi Indonesia kepada penyelenggaraan Manifesto Politik.
Saudara-saudara
tahu penyelenggaraan Manifesto Politik. Untuk itu akan diadakan Front
Nasional. Bukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat. Tidak ! Front
Nasional dan di dalam Manifesto Politik itu saya katakan bahwa Front
Nasional inilah yang nanti akan meng-ho-lo-pis-kuntuk-baris-kan seluruh
rakyat Indonesia
agar supaya terlaksanalah apa yang dicita-citakan oleh Manifesto
Politik khususnya, umumnya oleh amanat penderitaan daripada rakyat Indonesia. Ya, pikiran saya di dalam Front Nasional itu nanti ada satu bagian Front Pemuda, Front Pemuda sebagai fungsional.
Dus, saya ulangi lagi: diadakan Front Nasional peng-ho-lo-pis-kuntul-baris-kann seluruh rakyat Indonesia untuk menyelenggarakan tiga kerangka, untuk menyelenggarakan lima
hal yang tercantum di dalam Manifesto Politik. Di dalam Front Nasional
ini Saudara-saudara, satu bagiannya ialah Front Pemuda. Pemuda
fungsional, sebagai salah satu functionaliteit. Bukan pemuda kotak, bukan alat. Satu pemuda, Front Pemuda, Front Pemuda sebagai functionaliteit.
Jikalau
bisa dicapai hal yang demikian itu, Front Pemuda-nya ini di dalam
kongres ini, dan hasil daripada kongres ini dibawa kepada saya, maka
nanti, Front Pemuda yang dibentuk di dalam kongres ini, yang hanya
dengan pegangan seperti yang tadi saya katakan itu nanti dimasukkan di
dalam Front Nasional yang pada saat sekarang itu. Malahan saya mengharap
agar supaya nanti jikalau saya sudah mengangkat anggota-anggota resmi
daripada Panitia Persiapan Front Nasional ini, di antara deretan nama
anggota-anggota daripada Panitia Persiapan Front Nasional ini,
tercantumlah dengan gilang-gemilang, namanya seorang pemuda dan seorang
pemudi.
Saya
kira sudah cukup terang saya punya amanat kepada Saudara-saudara
sekalian, dan sekarang atas permintaan Saudara Ketua Panitia, saya
nyatakan dengan resmi, Kongres Pemuda Seluruh Indonesia dibuka.
Pidato pada pemukaan Kongres Pemuda Seluruh Indonesia
di Bandung, 15 Februari 1960.Prangko : Seri "Konggres Pemuda"
Tanggal Penerbitan : 14 February 1960
Koleksi yang dimiliki : Sampul Hari Pertama
Jumlah Koleksi : 1 buah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar